“Kita tahu, sektor parkir ini sudah jadi masalah menahun. Ketika melibatkan pihak ketiga, banyak juru parkir kehilangan pekerjaan. Tapi kalau dikelola sendiri oleh pemerintah, masalahnya jadi lebih kompleks. Ada salah paham juga di lapangan, seperti soal setoran Rp70.000 per minggu itu. Padahal, tidak ada kesepakatan resmi soal itu,” tambah Ahmad.
Ia pun menegaskan bahwa upaya Andi Harun memperbaiki sistem parkir bukanlah hal mudah.
Selain membutuhkan waktu, perubahan ini harus dilakukan bertahap agar tidak memicu konflik sosial.
“Kita memang harus berbenah. Parkir sering dikuasai pihak-pihak tertentu, bahkan yang disebut-sebut preman. Mengganti sistem itu tidak bisa instan, perlu penyesuaian bertahap,” jelasnya.
Terkait respons publik terhadap gaya kepemimpinan Andi Harun, Ahmad Vanandza tetap berpikir positif.
Menurutnya, gaya tegas yang ditunjukkan sang wali kota merupakan cerminan komitmen terhadap tugasnya.
“Setiap pemimpin punya karakter berbeda. Kalau Pak Andi Harun memang seperti itu. Mungkin waktu itu beliau kesel atau emosi karena melihat permasalahan yang tidak kunjung selesai. Tapi niatnya baik, kok,” ungkapnya.