“Salah satu tantangan utama adalah kurangnya data yang valid mengenai masyarakat adat. Selain itu, konflik internal dan eksternal sering kali muncul terkait tapal batas wilayah,” terang lelaki yang biasa disapa Puguh.
Puguh menyoroti bahwa pemahaman yang masih terbatas dari Panitia MHA di tingkat kabupaten turut berperan sebagai hambatan dalam upaya tersebut.
“Kurangnya pengetahuan dari Panitia MHA di lapangan dalam melakukan identifikasi adalah masalah yang harus segera ditangani agar proses pengakuan dapat berjalan lebih cepat,” lanjutnya.
Puguh menyebutkan bahwa di samping tantangan yang ada, hambatan utama yang dihadapi MHA di Kaltim adalah minimnya tenaga teknis yang memiliki kemampuan dalam menulis dan mendokumentasikan proses pengakuan tersebut.
“Saat ini tidak ada tenaga pendamping yang secara khusus membantu dalam proses etnografi maupun pemantauan proses pengakuan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, hambatan lain yang muncul adalah keterbatasan SDM dan kurangnya penyebaran informasi kepada masyarakat adat.