“Udah, Bapak. Bapak saya pikir, yang penting Bapak sekarang ambil dulu. Bapak antre, yang penting penjelasan tujuan negara begitu ya, Bapak, ya. Kita pengin Bapak dapat harga yang baik. Semua kita layani. Tidak ada kelangkaan, oke,” respons Menteri Bahlil.
Warga tersebut, Effendi, menjelaskan bahwa ia sedang dalam situasi sulit karena anak-anaknya kelaparan dan ia harus memasak, namun tidak bisa mendapatkan gas yang diperlukan.
“Saya sekarang lagi masak, Pak, saya tinggal demi gas. Bukan masalah antre gasnya, anak kami lapar, butuh makan, butuh kehidupan, Pak. Logika berjalan dong, Pak,” ungkap Effendi dengan nada emosional.
Menteri Bahlil merespons keluhan tersebut dengan mencoba menenangkan Effendi dan menyarankan agar ia tetap tenang.
“Ya, Bapak, ya, udah, ya? Yang penting itu, ya, Pak,” jawab Menteri Bahlil.
Effendi kemudian menegaskan kembali bahwa ia berbicara dengan akal sehat, menyampaikan keprihatinannya tentang kondisi yang dihadapinya.
“Akal sehat kami berjalan, Pak,” ujar Effendi.
Meskipun percakapan tersebut singkat, pertemuan ini menyoroti keresahan masyarakat terkait kesulitan akses dan harga gas subsidi yang terus meningkat. (cin)