Setyo juga menyampaikan pendapatnya saat ditanya mengenai operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan KPK.
Menurut dia, tindakan itu sepatutnya dilakukan secara selektif dan memperhatikan kelengkapan serta kekuatan alat bukti yang ada.
Langkah ini diperlukan guna meminimalisir kekalahan KPK dalam gugatan praperadilan atas status tersangka yang diajukan para terduga pelaku korupsi.
Di samping itu, lanjut Setyo, OTT sebisa mungkin harus bisa menjadi gerbang masuk mengungkap suatu perkara korupsi yang lebih besar.
Sebelumnya, Setyo menyoroti kedekatan antara pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah, yang juga bersinggungan dengan integritas instansi ke depannya saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. Sebab itu, dia menyatakan siap menghilangkan keberadaan lift VIP untuk pimpinan KPK.
Menurutnya, pimpinan KPK harus bersifat kolektif kolegial sehingga sepatutnya antara pimpinan dan pegawai memiliki kedekatan yang baik agar dapat menjadi kekuatan untuk KPK secara menyeluruh.
Keberadaan lift VIP Pimpinan di Gedung Merah Putih dinilai menyebabkan kerenggangan hubungan antara pimpinan dan pegawai.
Baginya, komunikasi antara pimpinan dan pegawai KPK sangatlah penting, yang tentu semakin membangun integritas untuk seluruh insan lembaga antirasuah.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN), kekayaan Setyo per 1 April 2024 mencapai Rp9.611.000.000 dengan rincian tanah dan bangunan senilai Rp7.600.000.000, alat transportasi dan mesin senilai Rp946.000.000, harta bergerak lainnya senilai Rp360.000.000, serta kas dan setara kas senilai Rp705.000.000.
Berdasarkan e-LHKPN tersebut, Setyo tercatat tidak memiliki utang.
Dalam LHKPN-nya, Setyo juga mencantumkan kepemilikan atas tiga bidang tanah dan bangunan seluas 135 hingga 2.219 meter persegi di Bogor, Tangerang Selatan, dan Makassar. (apr)