"Kita semua supaya memelihara budaya santunnya, ramah-tamahnya Indonesia,"
Sebaiknya Luhut menasehati dirinya sendiri, presiden dan KSAD. Ucapan “yang gelap kau”, “ndasmu” dan “otak kampungan” keluar dari mulut Anda semua," tulisnya dikutip dari akun X @realfedinuril.
Sementara itu, Guru Besar di Departemen Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Amalinda Savirani, sebagaimana diberitakan BBC Indonesia, ada kesan bahwa pesan utama dalam kritik justru akan hilang jika gaya sopan santun diterapkan dalam memberikan pendapat ataupun kritik.
Ia justru menilai bahwa tidak langsung pada inti masalah, adalah ketidaksopanan.
"Yang dianggap 'tidak sopan' di sini adalah bicara langsung ke inti persoalan," ujarnya.
Lalu, pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara, Silvanus Alvin, mengatakan, sebaliknya budaya "sopan santun" sejatinya belum ditunjukkan sejumlah pejabat pemerintahan.
"Sebagai contoh, misalnya ungkapan 'Ndas-mu' [oleh Presiden Prabowo di depan umum], komentar kepala babi 'dimasak saja' [oleh Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, tentang kepala babi yang dikirim ke redaksi Tempo], dan sebagainya. Ini belum mencerminkan hal tersebut," kata Silvanus. (tam)