MEGAKALTIM.COM - Andi Satya Adi Saputra, anggota DPRD Kaltim, berharap agar perguruan tinggi di Kaltim dapat secara serempak menghasilkan lulusan fakultas kedokteran yang berkualitas untuk memenuhi kekurangan dokter.
Saat ini, Kaltim memiliki dua universitas yang menawarkan program studi kedokteran, yaitu Universitas Mulawarman (Unmul) dan Universitas Muhammadiyah Kaltim (UMKT).
Kendati demikian, dibutuhkan waktu puluhan tahun bagi kedua universitas tersebut untuk menutupi kekurangan dokter di Benua Etam.
Andi Satya Adi Saputra menyampaikan bahwa Kaltim masih membutuhkan sekitar 2.000 dokter.
Sesuai dengan standar WHO yang menyarankan rasio 1 dokter per 1.000 penduduk, Kaltim, yang pada pertengahan 2024 berjumlah 4.050.079 jiwa, baru memiliki sekitar 2.000 dokter.
“Sekarang kita punya dua universitas yang ada Fakultas kedokteran, tapi UMKT belum punya lulusan, sementara Unmul setiap tahun kurang lebih meluluskan 100 dokter. Dari kekurangan kita sekitar 2.000 dokter, maka Kaltim perlu waktu bertahun tahun untuk memenuhi kuota,” katanya.
“Kita berharap agar Unmul dan UMKT bisa secara simultan memproduksi lulusan terbaik dari fakultas kedokteran yang mereka miliki,” lanjutnya lagi.
Selain itu, ia menyoroti masalah ketimpangan sebaran dokter di Kaltim, dengan sekitar 80 persen dari 2.000 dokter yang ada terkonsentrasi di tiga kota besar yaitu, Samarinda, Balikpapan, dan Bontang.
Kondisi ini menciptakan ketimpangan dalam ketersediaan dokter di daerah-daerah pelosok atau terpencil di Kaltim.
Dia mengusulkan perlunya kebijakan yang mampu mengatasi masalah ini.
“Harus ada sebuah aturan seperti kewajiban yang mengatur lulusan terbaik kedokteran tidak ditumpuk di daerah perkotaan. Kalau gak begitu ya sama aja. Harus ada regulasi yang mengatur seperti setelah lulus kembali ke daeranya. Karena tidak semua mahasiswa itu datangnya dari Samarinda dan Balikpapan,” terangnya.
Andi Satya Adi Saputra berpendapat bahwa ketimpangan distribusi dokter ini disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk fasilitas yang lebih baik dan insentif yang lebih menarik di kota-kota besar, seperti gaji tinggi, rumah dinas, serta peluang pengembangan karier yang lebih luas.
Lalu, bagaimana masyarakat di daerah terpencil dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai serta akses ke dokter yang cukup.
Menyikapi kondisi tersebut, Andi Satya mendorong agar pemerintah daerah segera melakukan langkah-langkah tegas untuk menyelesaikan isu ini.
Layanan kesehatan yang berkualitas adalah hak dasar setiap warga negara, yang seharusnya tersedia tanpa memandang apakah mereka berada di daerah perkotaan atau terpencil.
Ia pun memberikan contoh dari upaya yang dilakukan Pemkot Bontang pada masa kepemimpinan Bunda Neni, di mana insentif besar disediakan, yang kemudian memicu kedatangan dokter spesialis dalam jumlah yang banyak.
Andi Satya menilai bahwa pemerintah provinsi harus meniru langkah tersebut guna memastikan pemerataan tenaga kesehatan di seluruh wilayah Kaltim.
“Karena ini kan urusan piring nasi. Jadi kalau piring nasinya tidak disediakan dengan baik, ini jadi masalah kesejahteraan mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ia menambahkan bahwa jika kesejahteraan diperhatikan, dokter pasti akan bersedia bekerja, meskipun di daerah terpencil, tanpa ada tawaran lainnya.
“Kalau kesejahteraannya terjamin, fasilitas yang bagus, untuk infrastrukturnya menjamin, suasana kerjanya baik, akses jalan ke sana bagus. Apalagi ditambah ada insentif. Jadi memang kalau misalnya itu daerahnya terpencil.
Mau tidak mau pemerintahnya harus hadir memberikan intensif lebih. Sepertinya contohnya di Bontang,” terangnya. (adv)