MEGAKALTIM.COM - Sebagian permohonan Partai Buruh dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
Gugatan Partai Buruh itu dan sejumlah pemohon lain itu berkaitan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Diketahui, ada 21 poin penting yang diputuskan MK terkait dengan uji materi UU Ciptaker.
Putusan itu sudah dibacakan pada Kamis (31/10/2024) lalu.
Berikut 7 poin penting terkait putusan MK berkaitan dengan uji materi UU Ciptaker tersebut:
Dalam putusannya, MK meminta agar Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru segera dibentuk, dengan terpisah dari UU Cipta Kerja
MK menyatakan Pasal 79 Ayat 2 huruf b dalam Pasal 81 angka 25 UU Ciptaker yang mengatur istirahat mingguan satu hari dalam enam hari kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan libur satu hari untuk enam hari kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Oleh sebab itu, MK mengembalikan alternatif mengenai opsi libur dua hari untuk lima hari kerja bagi para pekerja.
MK juga memutuskan bahwa jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.
MK menghidupkan kembali peran dewan pengupahan yang dihapus di UU Ciptaker sehingga penetapan kebijakan upah nantinya tak lagi sepihak di tangan pemerintah pusat.
MK menyatakan kebijakan upah mesti melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah sebagai acuan bagi pemerintah menetapkan kebijakan upah.
Upah itu sendiri harus mengandung komponen hidup layak, yang pada UU Ciptaker dihilangkan penjelasannya.
MK turut menegaskan bahwa perundingan bipartit mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) harus dilakukan secara musyawarah mufakat.
MK menekankan apabila perundingan mandek, PHK hanya bisa dilakukan "setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap" sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
MK memperketat aturan mengenai tenaga kerja asing (TKA) dengan membatalkan pasal yang tak mengatur secara tegas soal masuknya TKA.
MK menegaskan bahwa tenaga kerja Indonesia harus diutamakan daripada tenaga kerja asing.
MK juga meminta agar undang-undang menyatakan agar jenis dan bidang pekerjaan alih daya atau outsourcing ditetapkan demi perlindungan hukum yang adil bagi pekerja.
MK menilai perusahaan, penyedia jasa outsourcing, dan pekerja perlu memiliki standar yang jelas mengenai jenis-jenis pekerjaan yang dapat dibuat alih daya sehingga pekerja/buruh hanya akan bekerja outsourcing sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian. (tam)